![]() |
Gabah yang menumpuk di rumah pengecer keliling, Siti Raodah. Foto. Supriadi. zonakasus.com. |
Dompu, zonakasus.com - Akibat ketidakadanya kejelasan pihak Bulog maupun gudang yang menyerap gabah petani di Kabupaten Dompu malah berujung pada penumpukan di pengecer atau tengkulak.
Hal itu dikeluhkan oleh pengecer gabah kelilig yakni Ibu Siti Raodah (40) warga Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu, lebih tepatnya di belakang SMP Negeri 4 Dompu pada Senin (7/4/2025) pagi.
Pantauan zonakasus.com di rumah Siti Raodah bahwa Gabah menumpuk di rumahnya, sejak dua tiga hari yang lalu, bahkan, yang belum diturunkan dari mobil masih banyak.
"Kami bingung mau dibawa kemana gabah yang dibeli dari petani ini, sementara, pihak Bulog atau Gudang tidak memberikan kejelasan terkait penyerapan gabah ini," ujar Raodah.
Menurut ibu rumah tangga ini, jika terjadi penumpukan seperti itu, gabah tentu akan mengalami kelembapan dan berjamuran, apalagi gabah yang diserap dari petani itu dalam keadaan masih basah sehingga berujung pada penolakan oleh pihak Bulog.
Berangkat dari itu, Ibu Raodah berharap terhadap pemerintah setempat agar dapat diperhatikan secara serius atas keluhan mereka terutama solusi yang harus dilakukan.
"Kami berharap kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi apa yang sudah dijanjikan oleh Presiden jangan hanya bicara saja, tolong perhatikan kami juga, jangan hanya bicara saja," keluh Ibu Raodah.
Sampai saat ini, Raodah masih bingung, mau dibawa ke mana gabah yang diserap dari para petani tersebut. Bahkan, di Sumbawa pun harga gabah di bawah dari harga pembelian dari para petani.
"Sampai saat ini pihak bulog maupun Gudang justru tutup, saya bingung, mau bawa kemana gabah ini, solusi dari pemerintah juga belum ada, mau bawa ke Sumbawa juga tidak sesuai dengan harga yang kita beli di sini," sedihnya.
Di akhir penyampaiannya, Raodah menuturkan ketika membeli gabah, para petani selalu menuntut harga berdasarkan penyampaian Presiden Prabowo Subianto dengan harga Rp 6.500 per Kg.
Sementara, Raodah menambahkan, pihak Bulog maupun Gudang membelinya di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
"Kita turun di lapangan, para petani menuntut harga sesuai penyampaian Presiden, sedangkan kita, ditawar oleh Bulog atau Gudang di bawah dari harga pembelian dari petani, hal ini juga perlu dievaluasi oleh pemerintah," tutup Raodah penuh harap. [ZK-09]