Oleh : H. Munir Husen
Dosen Universitas Muhammdiyah Bima
Bima, zonakasus.com - Tulisan ini bukan membandingkan, atau tidak suka dengan kejadian patung kuda dirusak massa saat konvoi, melainkan kajian akademis sebagai sumbang saran pemikiran akademisi.
Pilkada adalah pesta demokrasi lima tahun sekali, masyarakat diharapkan dapat berperan aktif memberikan hak pilih untuk memilih pemimpin sesuai hati nurani, hak memilih dijamin oleh konstitusi.
Pilkada Kabupaten Bima dan Kota Bima sukses, aman dan tertib. Pilkada tanpa cedera, tidak ada rumput rusak diinjak oleh masyarakat apalagi anarkis jauh panggang dari api.
Tidak ada gelas dan botol mineral berhamburan, tidak ada kursi pemilih bergeser di TPS semuanya taat asas. Saat itu, massa pendungkung masing-masing pasangan calon menyaksikan hitungan di setiap TPS dengan aman.
Di Kota Bima, bahkan ada pasangan calon menghimbau pendukungnya agar tidak melakukan convoi demi menjaga stabilitas politik dan keaman. Kecerdasan dan kedewasaan elite mencerahkan pendukung kita perlu beri nilai A plus.
ICMI meminta kepada pasangan calon kepala daerah yang unggul sementara dalam hitungan cepat agar tidak bersikap arogan dan berlebihan merayakannya. (https://icmi/media/kabar-icmi).
Sebaliknya, Pilkada di Kabupaten Dompu dalam tahapan hitungan sementara belum final siapa jawaranya. Massa sudah convoi merayakan kemenangan dengan hitungan cepat. Disinilah cikal bakal anarkis.
Convoi merayakan kemenangan pasangan calon saat itu, tidak terkontrol. Anarkis merusak simbul bersejarah daerah Dompu dibuat dengan susah payah.
Anarkis adalah satu bentuk kebebasan terdistorsi dilarang oleh peraturan perUU-an, jika convoi ada unsur anarkisnya maka penyelesaiannya melalui jalur hukum.
Didalam Peraturan Kepolisian No 7 Tahun 2012 dikatakan bahwa anarkis, tindakan dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau kelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan barang dan/atau jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau hak orang lain.
Subtansi persoalannya bukan pada aktivitas convoi, melainkan di saat massa merusak icon patung kuda. Hal tersebut menjadi cacatan Pilkada Dompu 2024 sulit dilupakan.
Sekda Dompu Gatot Gunawan Perantuan Putra, icon patung Kuda merupakan bagian dari lambang daerah Dompu berdasarkan Perda Nomor 14 Tahun 1970 tentang Lambang daerah. (https://www.detik.com).
Sejarah Penetapan lambang Daerah Dompu tidak terjadi begitu saja.Tetapi melalui proses panjang, Bupati Dompu saat itu H Soewarno Atmodjo. (https://www.koranlensapos.com).
Lambang daerah merupakan identitas suatu daerah dan pengikat kesatuan sosial budaya masyarakat. Lambang daerah Kabupaten Dompu terbentuk melalui proses panjang dibentuk panita khusus DPRD dan melalui syambara.
Pilkada harus dimaknai kemenangan rakyat seluruhnya bukan kemenangan pasangan calon, dan bukan pula pendukung, karena rakyatlah yang memiliki hak kedaulatan.
Menyikapi ikon patung kuda sebagai simbul Pemda Dompu, belum ada pernyataan resmi dari Pj Bupati Dompu langkah-langkah apa yang diambil agar peristiwa tersebut tidak terulang.
Wakil ketua DPRD Dompu partai Gerindra hanya menghimbau massa tidak bereforia, dalam kemenangan pasangan calon hal ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap kejian yang terjadi.
Pasangan calon unggul sementara perlu diapresiasi niat baik memperbaiki kembali icon patung kuda yang dirusak oleh massa konvoi. (https://www.detik.com/tim-bbf-dj-akan-perbaiki-patung-kuda).
Namun tidak menghilangkan perbuatan pengerusakan dari aspek hukum. Demikian gambaran akademis rusaknya icon patung kuda sebagai lambang daerah Kabupaten Dompu. [ZK-01]