H. Abdul Muis, S.H |
Dompu, zonakasus.com - Proses penetapan tersangka AH terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota Tahun Anggaran 2021 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu, menuai sorotan dan kritikan.
Pasalnya, kasus yang menjerat mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu itu yang berujung penahanan AH dinilai ada kejanggalan.
Hal ini diungkap oleh adik kandung AH pada Senin (21/10/2024) malam kepada sejumlah awak media, menurutnya, pelaksana kegiatan proyek tersebut, sudah melakukan pengembalian kerugian Negara.
Pengembalian tersebut, dilakukan berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sebelumnya menemukan kerugian Negara sebesar Rp 47 juta rupiah.
"Hasil audit BPK jauh sebelum kasus ini masuk dalam penyeledikan, apalagi penyidikan sudah diselesaikan oleh pelaksana kegiatan,” ujar H Abdul Muis, S.H.
Sebagai keluarga AH, pihaknya siap mengikuti proses hukum yang tengah dilakukan oleh Kajari Dompu. Hanya saja, pada saat pemeriksaan oleh auditor negara BPK RI menemukan kerugian negara sebesar Rp 47 juta rupiah dan saat itu juga langsung dibayar ke negara.
"Kalaupun Kajari menyatakan tidak pernah ada pengembalian, itu adalah bohong besar," bebernya.
Karena itu, lanjut Muis, selain menghormati dan mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung, pihaknya akan menempuh jalur-jalur konstitusional dalam memberikan pembelaan terhadap keluarganya.
"Kami akan melakukan upaya hukum, ini yang akan kami lakukan," isyaratnya.
H. Abdul Muis SH, Sebut BPK Berpotensi Penjarakan Pejabat?
Menilik sejumlah kasus melibatkan para pejabat didaerah Kabupaten Dompu, ternyata bermula dari temuan BPK RI yang tidak tuntas dalam memeriksa dan audit pelaksanan program pembangunan.
Sebut saja, kasus yang menimpa mantan Kepala Dina Kesehatan Kabupaten Dompu, Maman, S.KM yang kini sedang menjalani sidang korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.
Dalam audit yang dilakukan oleh BPK ada temuan kerugian negara mencapai Rp 500 jutaan. Akibat ada temuan itu, Maman yang bertindak sebagai KPA sekaligus PPK menekan pelaksana kegiatan (Kontraktor) untuk segera menyelesaikan temuan dimaksud.
Hasilnya pelaksanaan kegiatan menyelesaikannya dan membayarnya ke negara. Ternyata penyidik tidak percaya dengan hasil audit BPK dimaksud kemudian bekerjasama dengan auditor lain untuk mengaudit ulang sehingga ditemukan kerugian negara jauh melebihi temuan BPK.
Begitu juga dengan kasus yang menimpa mantan PPK Dikes AH. Hasil audit BPK menyebutkan ada kerugian negara sebesar Rp 47 jutaan dan langsung diselesaikan dengan mengembalikannya ke negara.
Lagi-lagi penyidik kejaksaan tidak percaya dengan hasil audit BPK kemudian bekerjasama dengan auditor lain untuk mengaudit ulang dan menemukan kerugian negara sebesar Rp 900 jutaan tanpa ada ruang klarifikasi.
"Pertanyaanya, kenapa BPK tidak dipercaya, padahal lembaga ini diberi tugas khusus untuk memeriksa atas pengelolaan keuangan dan pembangunan di negeri ini," ujar H. Abdul Muis.
Atas fenomena ini, H. Abdul Muis berpendapat bahwa BPK tentu berpotensi memenjarakan para pejabat yang bertugas. Sebab kalau BPK bekerja dan memeriksa dengan tuntas pelaksanaan kegiatan, maka kerugian negara yang ditimbulkan bisa dihindari.
"Misalkan BPK menemukan kerugian negara seperti yang ditemukan auditor lain, maka tentu para pejabat dapat menuntut tanggungjawab pelaksana kegiatan untuk menyelesaikannya," tandasnya. [ZK-01]